Hasil dari naik kereta Ekonomi kemaren, ternyata memang pembangunan msh terfokus di Pulau Jawa.
— Wurry Parluten (@Jenderal_Luten) August 1, 2013
Alasan pertama, jumlah penduduk. Alasan kedua, sisa sentralisasi. Jawa, terutama Jakarta, masih menjadi daya tarik utama.
— Wurry Parluten (@Jenderal_Luten) August 1, 2013
Saya rasa sekarang adalah titik balik pemerataan pembangunan, sebagai contoh, via media.
— Wurry Parluten (@Jenderal_Luten) August 1, 2013
Jadi ingat dulu saat Departemen Penerangan masih ada, produk TV menghasilkan sinetron2 yg temanya tentang desa.
— Wurry Parluten (@Jenderal_Luten) August 1, 2013
Mimpi yang dibangun adalah, mimpi tentang desa yg ideal. Bahkan sekelas si Unyil pun berkisah ttg desa.
— Wurry Parluten (@Jenderal_Luten) August 1, 2013
Katakanlah model kisah Si Barep, Dari Desa ke Desa, dsb. Saya setuju dgn mas @budimansudjatmiko, ttg program membangun desa.
— Wurry Parluten (@Jenderal_Luten) August 1, 2013
Tapi kalo program ini tdk didukung media, maka akan sia2lah pendekatannya.
— Wurry Parluten (@Jenderal_Luten) August 1, 2013
Gampangnya, tema bangun desa bersaing dgn tema mimpi jadi selebs. @budimandjatmiko
— Wurry Parluten (@Jenderal_Luten) August 1, 2013
Dengan goal, menjelaskan bahwa jadi selebritis itu bukan segalanya.
— Wurry Parluten (@Jenderal_Luten) August 1, 2013
Kalo gweh menilai lebih kejam lagi, siapa selebritis paling kaya di Indonesia dan berapa sih hartanya?
— Wurry Parluten (@Jenderal_Luten) August 1, 2013
Melihat gosip selebritis tua di infotainment pun bikin mikir, emang jd selebritis itu jaminan bakal bebas dr masalah keuangan?
— Wurry Parluten (@Jenderal_Luten) August 1, 2013
Bandingkan juga kayak ikon bintang2 Hollywood, berapa banyak dr mereka yg masuk The Rich Forbes?
— Wurry Parluten (@Jenderal_Luten) August 1, 2013
Artinya, Selebritis ya Zonk. Kalo Indonesia mau berubah, sudut pandang image juga musti dirubah.
— Wurry Parluten (@Jenderal_Luten) August 1, 2013
Jalan tengahnya, tontonan ke depan musti banyak membahas ttg desa. Balik lagi ke era keemasan Orba, tapi dgn grade yg berbeda.
— Wurry Parluten (@Jenderal_Luten) August 1, 2013
Paling nggak, dgn cara itu kita bisa menciptakan Jakarta2 baru di Indonesia.
— Wurry Parluten (@Jenderal_Luten) August 1, 2013
Sebagai contoh, bicara film Amerika bukan ttg Washington DC, tapi ttg Hollywood California.
— Wurry Parluten (@Jenderal_Luten) August 1, 2013
Kalo perlu bikin peraturan, semua TV gak boleh beroperasional di Jakarta.
— Wurry Parluten (@Jenderal_Luten) August 1, 2013
Contoh lagi, di era Windows banyak fokus ke Seattle. Mulai dari musik, film, dsb.
— Wurry Parluten (@Jenderal_Luten) August 1, 2013
Trus era Facebook, banyak yg menganggap Palo Alto adalah tempat yg keren.
— Wurry Parluten (@Jenderal_Luten) August 1, 2013
Kita juga liat bagaimana generasi band indie bandung membuat image dr musik sampe mode.
— Wurry Parluten (@Jenderal_Luten) August 1, 2013
Yogya skrg image-nya terkesan jadi kota teknologi.
— Wurry Parluten (@Jenderal_Luten) August 1, 2013
Secara garis besar, kalau Indonesia itu tubuh perempuan, maka G-Spot bkn di bagian vital doang. Kalo perlu kita bikin G-Spot baru. #Teteup
— Wurry Parluten (@Jenderal_Luten) August 1, 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar