Minggu, 30 Juni 2013

Jumlah Penonton Indonesia Tidak Tembus 1%



Yang terhormat, Bapak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Yang terhormat, Ibu Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. Yang terhormat, siapa saja yang berkaitan dengan Perfilman Indonesia. Dan Rakyat Indonesia yang saya cintai. Assalamu’alaikum warrohmatullohi wabarokaatu!

Pertama-tama saya mohon maaf, karena saya merasa bukan siapa-siapa untuk bicara di sini. Saya hanya WNI yang merasa ada kejanggalan dengan Perfilman Indonesia. Seperti saat saya tidak sengaja membaca sebuah blog/website ini. Miris rasanya membaca tabel tentang Data Penonton Film Indonesia 2013. Film terlaris sejauh ini adalah Cinta Brontosaurus, dengan jumlah penonton 892.393 di seluruh Indonesia. Film yang diproduseri oleh produser saya dulu bahkan tidak menembus angka 1 juta penonton. Coba kita kalkulasikan…

Populasi penduduk Indonesia adalah 237.424.363 jiwa. Sementara jumlah penonton Cinta Brontosaurus hanya 892.393 penonton. Maka…

892.393 / 237.424.363 x 100 = 0,3759 %.

Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa jumlah penonton Indonesia itu tidak mencapai 1% dari jumlah penduduk Indonesia. Berarti memang tidak ada gairah bagi masyarakat Indonesia untuk datang ke bioskop dan menonton film.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini terjadi, yang pertama adalah televisi. Penonton tidak datang ke bioskop karena mereka berfikir, ”Ah! Paling sebentar lagi masuk TV”. Ini salah satu yang menyebabkan mereka enggan datang ke bioskop. Di samping itu memang jumlah bioskop di Indonesia sudah berkurang sekarang. Tidak seperti zaman dulu, di kota kecil sekelas Prabumulih (Sumatera Selatan) saja ada 3 bioskop.

Oke kita tidak akan balik lagi ke masa lalu, nanti muter-muter masalahnya.

Terus yang kedua adalah pembajakan. Ini yang paling bermasalah, karena memang situasi seperti ini sudah mendunia. Bukan hanya Indonesia yang mengalami, tapi bahkan perfilman Hollywood juga. Jadi kita agak susah merenovasi kebijakan (saya rasa), karena memang sudah begini keadaannya.

Ketiga, pangsa penonton Indonesia (alias anak muda) sudah banyak beralih ke dunia internet. Tidak bisa dipungkiri bahwa internet lebih mengasyikkan ketimbang menonton film di bioskop. Yakin deh, kalau mereka dikasih uang jajan 100.000, mereka pasti memilih beli pulsa internet ketimbang ke bioskop. Karena kalau menikmati bioskop hanya 2 jam, sedang internet dengan 100 ribu perak bisa sebulan, bahkan lebih.

Mungkin masih ada banyak faktor lain, tapi untuk sementara 3 ini saja dulu, karena menurut saya 3 bagian ini vital. Disebut vital karena memunculkan pertanyaan di benak saya, mau dibawa kemana Perfilman Indonesia? Mau buka bioskop di dunia maya? Sudah pernah dicoba, tapi sayang infrastruktur di lapangan kurang mendukung. Apalagi semenjak kemunculan youtube, semua alternatif langsung buyar. Jangankan bioskop, televisi saja sudah kebat-kebit dengan kehadiran youtube. Ditambah dengan isu tentang televisi masa depan.

Kondisi ini membuat sebagian orang (termasuk saya) merasa takut akan masa depan di bidang perfilman, kayak menemukan jalan buntu-lah kira-kira. Tapi kalo diingat-ingat lagi, sebenarnya kita tidak perlu takut, sebab masa depan itu mustinya dijawab dengan harapan (istilah motivator). Artinya, pasti ada jalan keluar untuk memperbaiki segala permasalahan ini, ketimbang mengeluh dan mengeluh, ”Eh! Eh! Kok gitu seh?”.

Maka tersebutlah sebuah organisasi bawah tanah yang sedang menyiapkan perbaikan perfilman Indonesia. Organisasi yang memiliki jaringan luas dan sinyalnya kuat. Organisasi yang berisi orang-orang pilihan, dari perguruan silat pilihan pula tentunya. Organisasi yang memiliki semangat Bhinneka Tunggal Ika menuju Indonesia lebih baik di masa depan.

Muncul lagi pertanyaan baru di benak saya, sebenarnya kita masih butuh Film-Film Indonesia gak, sih? Kalau melihat fungsi film sebagai penguat karakter kebangsaan, maka kita akan jawab butuh, butuh banget malah. Nah, yang jadi masalah tuh adalah duit. Bahasa kerennya sih, bagaimana cara mengembalikan modal kalau kita membuat film? Dalam artian, kita musti melihat film dari sudut pandang bisnis. Ya, iyalah. Masak sudah beli kamera, modal pacaran dengan artis, terus kuliah di kampus film, tapi nggak balik modal. Apa kata dunia?

Bertolak dari pertanyaan tersebut, maka saya punya pertanyaan lain (nanya muluk wkwkwk), kenapa film tidak masuk dalam ranah Bursa Efek? Saya sih kurang begitu paham bursa efek itu apa, tapi intinya menurut saya orang beli saham rame-rame buat modalin sebuah perusahaan. Di film Indonesia cara seperti ini sudah dibuktikan lewat film Demi Ucok. Ide sokongan rame-rame buat film tuh, sudah bisa dilihat. Namun sayang, lagi-lagi jumlah penonton masih kurang.

Sigh! Capek nanya muluk, ah.

Mungkin begini kali ya, pemecahannya. Kita kembalikan bahwa membuat film itu adalah berkarya. Dalam artian berkarya agar bisa berkarya lagi. Rumusnya mungkin begini...

(Bikin Film = Balik Modal + Dapur Ngebul + Keuntungan) = Bikin Film Lagi

(BF = BM + DN + K) = BFL

BF = BFL

Gampangnya, gimana cara bikin film yang bisa balik modal, terus bisa memenuhi kebutuhan dapur ngebul, dan punya keuntungan (gak usah banyak-banyak). Dari situlah maka kita bisa membuat film lagi. Artinya, gimana mau bikin film coba, kalo dapur saja gak ngebul? Gimana mau mikir skenario, kalo perut aja laper? Gimana mau ngangkat kamera, kalo pacar nagih-nagih minta kawin, dsb.

Kira-kira begitulah pandangan dari saya. Jadi benar kata pepatah dulu, bahwa duit memang masalah, tapi kalo kita dengar pepatah Alam tantang duit, lain lagi. Duit itu singkatan dari Do’a-Usaha-Iman-Taqwa.

Sekian pertanyaan dan solusi (mungkin) dari saya. Lebih dan kurang saya mohon maaf, wabillahi raufik wal hidayah, wassalamu ’alaikum warooh matullohi wabarokaaatu!

Hormat Saya,



CATATAN:
2. Tulisan saya yang lain

Jumat, 28 Juni 2013

Wak Ebot Sultan Bedapot


(Link : Jenderal Luten / Dwi Yulius Kaisal)

Siapa yang tak kenal dengan Wak Ebot? Cowok beriman yang hemat cermat dan bersahaja. Sebagai pejantan tangguh, Wak Ebot memiliki banyak kelebihan. Salah satu yg paling terkenal adalah rayuannya. Rayuan Wak Ebot dikenal di seluruh Gelumbang. Mulai dari Bibik Pasar Pagi sampai Biduan Pelangi termehek-mehek kalau mendengar rayuan Wak Ebot.
Konon katanya, rayuan Wak Ebot ini didapat dari berguru ke Sungai Rotan. Di sana Wak Ebot harus berpuasa 40 hari 40 malam, supaya bisa mendapat rumus rayuan yang mujarab. Bukan itu saja, Wak Ebot juga harus menyelam di Sungai Kelekar guna mendapatkan Mustika Buayo Derat. Karena dengan mustika inilah korban Wak Ebot akan terlena mabuk kepayang.

Wak Ebot adalah keturunan dari tetangga Sultan Belide. Tapi tetangga yang jauuuh banget dari istana. Makanya wajah Wak Ebot masih meninggalkan jejak-jejak ningrat kesultanan. Perhatikan saja hidungnya, kekar tubuhnya, senyumnya, semua menunjukkan tanda-tanda sultan (eh tetangganya jauh, ding).

Sebenarnya Wak Ebot punya gelar Sultan, namanya Sultan Bedapot. Itu diambil dari silsilah kerajaan bingen. Berhubung Wak Ebot rendah hati dan tidak sombong, dia menanggalkan gelar tersebut dan memilih jadi rakyat jelata. Namanya jadi rakyat jelata, hidup Wak Ebot jauh dari yang namanya bermewah-mewah. Bahkan terkadang dia harus puasa senin-kamis supaya bisa hemat.

Tapi semenjak menginjak usia dewasa, Wak Ebot mulai khawatir dengan rayuannya. Ternyata rayuan cuma sekedar rayuan, tidak membuat Wak Ebot mendapat cinta.

Adakah di antara kita yang bisa membantu Wak Ebot?


Depend on Rubber Prices






Gelumbang located in South Sumatra, Indonesia. Zip code for Gelumbang is 31171. Gelumbang is capital of the district. This is distance Gelumbang and the others city…



Gelumbang – Palembang = 58 km

Gelumbang – Muara Enim = 119 km



58 km

Most people in Gelumbang live from rubber plantation. If rubber prices down, economy down. We depend from rubber price.  Something like we don’t have another choice. Yeah, it’s true. Many people agree for that term.


When I study about economic development, I have one question for that case. Why we depend from rubber price? Like we don’t have another choice in life. But this time is  Creative Economy Era for the people of Indonesia. Why we still confuse and living from rubber plantation? There are many choices for us. Don’t be afraid (I mean, talk to myself).



When I meet Syahrul Yasin Limpo, Governor of South Sulawesi, he teach me about Human Resources. If we don’t have Natural Resources for exploitation, we can maximize Human Resources. Until now, I still learn about that sentence. Sounds like a easy plan, but no.



Chintya Kastanya si Cewek Sendu Manis



(Link : Jenderal Luten / Dwi Yulius Kaisal)

Tulisan ini melanjutkan tulisan gweh sebelumnya tentang @chintyatengens, yang berjudul Cewek Sendu Manis. Bisa cek di twitter dengan hashtag #Cewsman.

Sebenarnya siapa sih Chintya Tengens Kastanya itu? Dia ini host acara Jejak Petualang. Orangnya baik dan suka me-retwit mention gweh di twitter. Meskipun sampai sekarang dia belum follow gweh, sebagai fans gweh udah seneeeng banget di-retwit sama dia. Yaaa, lumayanlah buat obat ngantuk jadi satpam.

Lo bayangin, deh! Secara nama aja dia udah keren, Chintya, ingetin gw sama penyanyi Indonesia zaman dulu. Penyanyi ini punya suara yang khas, apalagi waktu dia bergabung dalam grup Manis Manja, serasa dibisikin sama Chintya rasanya. 
 
Mau diemot?


Selain suka monyet, Chintya juga suka sama binatang reptil. Khabarnya sih dia suka reptil yang berjenis kelamin cowok (Ya iyalah, kalo cewek berarti lesbi dwong). Chintya juga suka sama reptil yang berwujud manusia, malah dia suka menyimpan foto si Reptil Ganteng (disingkat Repteng) di dalam dompetnya. Katanya, ”Menjauhkan aku dari setan jahanam penghuni neraka”.

Tapi suatu hari foto Repteng pun hilang, Chintya jadi was-was dengan setan penghuni neraka. Chintya berulang kali mencari foto Repteng, tapi tidak pernah ketemu. Di dalam tasnya, saku bajunya, bahkan di bagian-bagian yang tak terlihat (Jangan ngeres, ya!). 

Semenjak saat itulah Chintya jadi lebih pendiam. Dia sedih, karena kehilangan foto Repteng. 

Ada yang bisa bantu gak? Prok prok prok jadi apa, yaaa? 

by Jenderal Luten to Chintya Kastanya


Laporan Pertanggung Jawaban Jenderal Luten


(#JenderalLuten/#GeneralLuten/Gel/Sumsel/Ind/20130628)


Kepada Bapak Presiden Republik Indonesia yang saya hormati. Para Menteri dari segenap jajaran terkait. Para Pejabat di Republik Indonesia yang saya hormati. Rakyat Indonesia yang saya cintai. Assalamu’alaikun warrohmatullohi wabarokaatu.

Hari ini saya sebagai Warga Negara Republik Indonesia (disingkat WNI) akan memberikan sebuah pemaparan, disimpulkan dari sudut pandang saya sebagai pengguna social media (disingkat socmed).

Seperti yang sudah kita ketahui sebelumnya, bahwa socmed kini menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Mulai dari orang besar, orang kecil, orang tinggi, orang pendek, banyak yang memakai socmed. Sepengetahuan saya cuma orang-orangan sawah saja yang kelihatannya belum tertarik menggunakan inovasi ini.
Secara gampang, socmed adalah wahana kita bersosialisasi di dunia maya. Dia seperti tempat kita menyalurkan ide secara cepat, tanggap, kadang-kadang akurat. Apalagi dengan kebutuhan teknologi seperti sekarang, socmed sudah seperti soulmate bagi beberapa orang. Ya, mungkin itulah yang membuat socmed beda-beda tipis dengan soulmate.
Namanya juga soulmate, berarti pasangan jiwa. Ibarat kata dimana ada kita, di situ ada soulmate. Soulmate yang kini berubah jadi socmed itulah yang kemudian menjadi sahabat sejati kita sehari-hari.

Baru-baru ini saya bereksperimen dengan socmed. Setiap hari selama kurang-lebih 2 bulan saya hidup tak lepas dari socmed. Maklum pekerjaan saya adalah Satpam Klinik (istilah keren Penjaga Malam di Klinik yang tidak punya partner sama sekali). Jadi sambil berjaga-jaga, ngapain lagi kalau bukan berseluncur di socmed. Hitung-hitung nambah pengetahuan sambil bergaul.

Jenderal Luten  Hashtag


Tadi pagi sehabis shift malam, saya kecapean dan entah kenapa ingin ngetwit di twitter. Saya pun ngetwit dengan hashtag #Jend10. Di situ saya ngetwit mungkin 1 jam atau 2 jam, biar cepat ngantuk dan tidur. Soalnya kan habis jaga malam. Namanya ngetwit sambil ngantuk, obrolannya ngalor ngidul nggak jelas. Apalagi nggak ada yang menanggapi obrolan tersebut. Di situlah saya merasa sendiri dan bertanya, kalo begini, apa keuntungan socmed buat kehidupan kita? Tapi mirisnya, itu tidak membuat saya berhenti ngetwit. Saya malah ngetwiiit terus sampe capek sendiri.

Baru deh saya baca lagi hasil ngetwit saya itu. Ternyata dalam hitungan menit, yang ditwit berubah-rubah. Mulai dari ngomongin anak, sampe pengen ke Jakarta, pokoknya kemana-mana deh. Saya jadi heran, kok bisa ya cara bertutur otak kita sedemikian ribet? Tidak fokus dan kemana-mana, terus yang lebih unik lagi, kesannya seperti curhat sama seseorang.

Jenderal Luten  Hashtag


Kasus seperti ini sering saya temui di beberapa akun socmed teman. Mereka ngetwit ngalor-ngidul nggak jelas, dan uniknya, di ujung ngetwit mereka nulis Akun gue di-hack! atau Siapa yang nge-hack akun gua? atau Sialan! Siapa sih iseng banget nge-hack akun gue?, dsb.

Intinya, menurut saya itu semacam pembenaran dari apa yang dia lakukan sebelumnya. Semacam pembenaran bahwa dia malu mengakui kalau isi otaknya kusut kayak benang wol abis dimainin kucing (CATATAN : Ini menurut saya, lho). Untung tadi saya tidak bilang di-hack, saya mengaku kalau memang sedang eksperimen dengan diri sendiri (alias ngeles juga, wkwkwk, tapi beda tipis).

Berbekal eksperimen tersebut, saya jadi bertanya-tanya tentang isu internasional. Saya punya link artikel yang intinya berisi tentang Obama yang khawatir dengan serangan cyberattack. Di bawah ini link-nya…

Dari sini saya jadi mikir, jangan-jangan Obama juga lagi ngeles? Mungkin karena dia malu ekonomi Amerika sedang sekarat, makanya dia mencari kambing hitam. Karena bingung mau cari kambing hitam siapa, Obama lantas menyebut ”hacker”-lah sebagai kambing hitam.

Mungkin untuk beberapa kasus hal itu benar, tapi gimana kalau ada hacker yang nge-hack dalam rangka cinta. Masak ada hubungan sama ekonomi dan pertahanan nasional? Selama cintanya suci dan tidak merusak, toh gak masalah kan?

Jadi intinya tidak semua hacker itu penjahat. Bahkan dulu ada istilah Hacker versus Cracker. Kalau hacker itu lebih bersifat pembuktian, alias dia melakukan hal tersebut karena masalah ilmiah (mungkin ada sedikit masalah personal), sementara cracker melakukannya atas dasar uang.

Dari 2 perbedaan di atas kita bisa menyimpulkan, sebenarnya yang merugikan secara ekonomi itu hacker atau cracker?

Sekian laporan dari saya, lebih dan kurang saya mohon maaf. Wabillahi taufik wal hidayah, wassalamu’alaikum warrohmatullohi wabarokaatu.

Hormat saya,


Jenderal Luten.


CATATAN
1. Tulisan di atas dapat respon dari Donny BU
2. Tulisan yang mendapat respon dari Onno W Purbo
3. Link : Jenderal Luten / Dwi Yulius Kaisal)  

Kamis, 27 Juni 2013

Jenderal Luten : Antara Fiksi dan Kenyataan

(Link : Jenderal Luten / Dwi Yulius Kaisal)

Agak membingungkan memang, waktu ada mslh dgn penamaan Jenderal Hacker Republik Indonesia. Pertama, kata "hacker" membuat org berfikir negatif. Mrk takut kalau sampai terlibat hal2 yg dianggap kriminal. Padahal ini hanya nickname. 

Facebook
Blogger
Saya sedang belajar ttg pengaruh dunia maya terhadap dunia nyata. Ini ada hubungan sm kuliah saya di Ekonomi Pembangunan.
Tapi lama2 saya mikir juga, musti ada cara supaya General Hacker Republic of Indonesia itu mjd berkonotasi positif. Tidak berkesan negatif seperti yg mrk anggap. Ya, satu2nya jalan dgn merubah konsep. Konsepnya ya, membuat itu jadi fiksi. Jd hasil akhir dr Jenderal Luten itu bisa bernuansa positif. Entah nanti berupa blog, website, novel, komik, film, dsb. Intinya Jenderal Hacker Republik Indonesia itu fiksi.

Fiksi tapi terinspirasi dari hal2 seni, ekonomi dan teknologi. Mungkin kalo disingkat #SEkTek x y? Mungkin dg cara ini nuansa positif dr kata "hacker" itu akan muncul. Sama halnya spt tokoh "Ghost Rider" atau "Constantine".

Seperti halnya sebuah tokoh,
Jenderal Luten hrs punya misi. Nah, ini dia nih keren. Standar sih, misi superhero menyelamatkan dunia. Kalo Jenderal Luten bgsnya menyeimbangkan dunia nyata dan dunia maya. Weits, makin keren aja nih.
Nah, wanitanya si
Jenderal Luten nih blm ada. Maunya sh @kuejahe, secara dia kan jago karate. (Mau lo? Hehehehe...)

Alhamdulillah, lega juga rasanya bisa merumuskan
Jenderal Luten. Moga2 bisa fokus dan terarah. Jd sambil belajar ekonomi pembangunan dan teknologi, Jenderal Luten msh bisa berkarya seni.
Jenderal Luten by Jenderal Luten
 

CATATAN : Ternyata #Jenten atau #Jen10 itu sudah ada di google. Jadi kembali ke asal yaitu #JenderalLuten.



 

Dongeng Payudara Indah

(Link : Jenderal Luten / Dwi Yulius Kaisal)

Melanjutkan tulisan saya sebelumnya yang berjudul Ayudyaku

Cewek, gadis, dara, perempuan, wanita, atau apapun sebutannya itu memang makhluk yang unik. Mereka memiliki ciri fisik yang berbeda dari kaum lelaki. Yang paling menonjol adalah payudara. Sori, kita gak membahas payudara dari sudut pandang seks, kali ini serius pembahasannya. Ini bermula dari pertanyaan para lelaki (enakan disebut cowok kali ya). Pertanyaannya begini...

Seperti apa kategori payudara yang indah?

Pada zaman dahulu kala, tersebutlah seorang artis yang memiliki payudara indah. Nama artisnya adalah Tamara Bleszynski, yang sampai sekarang masih aktif di dunia keartisan. Penasaran kan, kenapa dia memiliki payudara indah? Sebelum dipelajari lebih lanjut, mungkin perlu kita pelototin dulu fotonya.

Bim sala bim!

Kalau dipelototi sih, memang keindahan itu terletak pada perawatan. Artinya, payudara yang sehat akan memunculkan aura keindahan. Coba perhatikan bentuknya, walaupun sudah dimakan usia, tapi masih terlihat sehat kan? Bandingkan dengan payudara indah yang lain, coba...

Bimsalabim abrakadabra!

Ini menunjukkan seperti apa payudara yang tidak terawat. Selain relief-nya yang absurd, terus posisinya juga tidak simetris. Jadi kesimpulannya, indah dan tidak indah tergantung perawatan. Semakin sering dirawat inap, semakin indahlah payudara tersebut.

by Jenderal Luten to Fadly Toya and Mustika Ratu Center











Connecting People with The Real World (2)

(Link : Jenderal Luten / Dwi Yulius Kaisal)


Malam ini saya ingin melanjutkan tulisan saya sebelumnya yang berjudul, Connecting People with The Real World (disingkat CPwTRW). Pembahasannya bukan seputar isi artikel, akan tetapi tentang bagaimana perkembangan artikel itu sendiri setelah publish.


Dwi Yulius Kaisal - Bermain Bola

Dari sekian banyak artikel yang sudah saya tulis, CPwTRW adalah artikel yang paling banyak dibaca. Tercatat sudah 77 kali dibuka halamannya. Ini bisa dilihat dari capture yang ada di bawah ini.


Jenderal Luten

Mungkin ini disebabkan karena sebelumnya saya mendapat respon dari Onno W Purbo, salah satu pakar IT dari Indonesia. Lumayanlah untuk hitungan pemula. Apalagi mendapat komentar "OK" dari seorang Onno.


Jenderal Luten

Bangga rasanya, mengingat saya ini baru pemula di dunia blog. Dulu pernah sebenarnya, tapi kurang rapi seperti sekarang. Kalau dulu tujuannya lebih ke "eksistensi diri", sekarang belajar untuk "berbagi". Yang jadi pertanyaan saya sekarang, bagaimana agar blog kita bisa di-apresiasi oleh banyak orang

Saya sendiri belum bisa jawab. Karena saya masih mencari tahu caranya. Atau mungkin ada teman-teman yang bisa bantu?

Oleh : Jenderal Luten







Rabu, 26 Juni 2013

Ayudyaku


Udah lama gak mention @mr_care, kangen juga sambil tunggu Subuh. 
Mau bahas ttg sisi cantik seorang wanita. Paling gak dr sudut pandang saya, sbg laki2.
Gak tau knp, saya percaya bhw tiap wanita itu punya sisi cantiknya masing2.
Ada wanita yg cantik krn tahi lalat di atas mata kirinya, ada krn gingsulnya, bibirnya, dsb.
Kira2 begitulah cara pandang pria ttg fisik seorg wanita. Picik memang, tp kenyataan mmg penampilan yg pertama dilihat.

 
(capture from account Mustika Ratu Center)
Yg sulit itu, bagaimana cara wanita mengetahui sisi cantiknya?
Lebih sulit lagi ketika ada pertanyaan begini, "Menurut kamu, apa kamu itu cantik?".
Jawaban apa pun, tentu rasanya berbeda. Cantik atau gak kan relatif. Susah didefinisikan.
Tapi ini selalu jadi topik hangat, setiap saya tanya k tman2 wanita.


Karena setiap kecantikan, punya cerita tersendiri. Sama seperti kerutan di wajah seorang wanita.



#GibliVersusHitchcock




#GibVHit 1. 2 tahun bkn waktu sebentar utk belajar memahami perfilman Indonesia dr POV wong ndeso.
#GibVHit 2. Banyak hal sdh kita diskusikan, terutama sesama ttg arah perfilman k depan. cc: @indrayanto
#GibVHit 3. Beberapa yg saya ingat adalah ttg TATA NIAGA FILM (Mas Garin), FILM DAN BURSA SAHAM (Saya), ...
#GibVHit 4. PEMBAJAKAN TANGGUNG JAWAB SIAPA (Mas Arif), FILM NDESO (@indrayanto), FILM DAN PENDIDIKAN (Om Dudung), dsb
#GibVHit 5. Intinya berujung pada sebuah pertanyaan sederhana menurut saya, ...
#GibVHit 6. APAKAH RAKYAT INDONESIA MASIH MEMBUTUHKAN FILM INDONESIA? cc: @SBYudhoyono
#GibVHit 7. Sebab kalau tidak, maka kami akan menghentikan segala macam opini kami ttg perkembangan film Indonesia. Buat apa juga, kan?
#GibVHit 8. Toh, dianggap gak penting. Jadi yg kami butuhkan adalah kepastian. Kalo lanjut, ayo! Kalo nggak, kasih solusi dong!
#GibVHit 9. Paling tidak kasih kejelasan dimana posisi kami berada. Krn kalo mengacu pd FILM SEBAGAI MEDIA, maka kami berada d segala lini.
#GibVHit 10. Artinya, semua butuh film. Paling tidak Hitler sudah membuktikannya.

#GibVHit by #JenderalLuten : Selamat Ulang Tahun Institut Kesenian Jakarta! cc: @ikjcikini73

NB : Mas Arturo juga bicara tentang FILM DAN TELEVISI


Selasa, 25 Juni 2013

@SBYudhoyono only following by 1,08688% Indonesian Population

Link : Jenderal Luten / Dwi Yulius Kaisal) 



This article from hashtag in twitter #SBYversusGTEN 

SBY is Susilo Bambang Yudhoyono, President Republic of Indonesia. He has an acoount twitter named @SBYudhoyono. You can click that link, and you can see, how many his followers.

In this time, I want to talk about  about percentage account @SBYudhoyono.

As a President, @SBYudhoyono leads about 237.424.363 Indonesian peoples. Data from 2011 census Indonesia Population.

This is the print screen Indonesian Population.

And then we see twitter account @SBYudhoyono. Total 2.580.514 followers.

This is the picture SBY Followers about an hour ago

My question is... How many percentage between, account @SBYudhoyono and Indonesian Population?

The calculation like this... 

2.580.514 / 237.424.363 x 100 = 1,08688%.

So @SBYudhoyono only following by 1,08688% Indonesian Population.

What's going on? Hmmmm... 

Minggu, 23 Juni 2013

#AkuTitik3Kamu



#AkuTitik3Kamu 1. Gak ada rasa lelah dengan semua hastag ini. Gak ngerti kenapa tiba-tiba energiku berlebih.
#AkuTitik3Kamu 2. Kayak org yang dilarang nulis selama 2 tahun, terus sekarang membabi-buta nulis apa aja.
#AkuTitik3Kamu 3. Gila memang. Istirahatnya hanya tidur saja. Sisanya ya, bercumbu sama laptop. Tapi bukan menulis skenario spt biasanya.
#AkuTitik3Kamu 4. Sekarang menulis hastag, blog, status, bikin link, model2 begitulah. Sesuatu yang entah kenapa membuat aku bergairah.
#AkuTitik3Kamu 5. Uniknya, aku gak pernah peduli apakah tulisanku akan dibaca orang atau tidak. Yang aku peduliin adalah, ya nulis aja.

Sumber : #AkuTitik2Kamu

#AkuTitik3Kamu 6. Jadi ingat zaman dulu selesai kuliah, krn belum ada laptop, aku nulis di kertas bekas beli roti waktu di kos2an.
#AkuTitik3Kamu 7. Itu, lho. Roti keliling yang dipanggul kalo pagi-pagi. Biasanya dulu di Kukusan suka lewat depan kos.
#AkuTitik3Kamu 8. Buat pegang roti, ada kertas bekas yang biasa dipakai buat pegangan. Kayak tissue gitulah kurang-lebih.
#AkuTitik3Kamu 8. Di kertas itulah aku menulis, dan siapa sangka bbrp thn kemudian aku udh d apartemen dan menulis pakai laptop. gaya emang.
#AkuTitik3Kamu 9. Kalo inget itu, sekarang jadi tambah semangat. Waktu itu aku juga gak tau nulis buat apa. Pokoknya nulis.
#AkuTitik3Kamu 10. Bedanya sekarang bukan pakai kertas bungkus roti lagi, tapi hastag, blog, dsb. Gak tau mau buat apaan. #PokoknyaNulis. ;)